Kamis, 12 Juni 2025

JOGAK SIPEMENGGAL KEPALA

JOGAK SI PEMENGGAL KEPALA

(Berdasarkan kisah nyata keluarga kami, nama-nama tokoh dalam cerita telah di samarkan)

Tahun 2020, di kecamatan Pulau Banyak, Kabupaten Aceh Singkil, tinggal seorang lelaki tua yang dalam cerita ini di sebut sebagai “muslim.” Wilayah ini dikenal karena memiliki sekitar 99 pulau yang tersebar di lautan. Muslim  hidup sederhana sebagai Nelayan dan Petani. Ketika ombak sedang tinggi dan berbahaya, ia tidak melaut. Sebagai gantinya, ia berkebun di Pulau Sangalat, salah satu pulau kecil yang tak berpenghuni dan hanya bisa dijangkau dengan perahu.

Cerita ini disampaikan langsung oleh Muslim, suatu sore, dalam suasana tenang yang berubah menjadi haru ketika ia mengenang malam yang hampir merenggut nyawanya.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Data diperoleh melalui wawancara langsung dengan narasumber desa Pulau Balai. Analisis dilakukan secara menafsirkan data non-numerik, seperti teks, wawancara, observasi, atau data deskriptif.

 

Foto desa Pulau Balai. Sumber : https://traverse.id/nature/pulau-balai-gerbang-keindahan-kepulauan-banyak/@himsaifanah

 

Malam itu, setelah seharian bekerja mencangkul dan membersihkan kebun, Muslim tidur di pondok kecil miliknya di tengah Pulau Sanggalat. Pondok itu sangat sederhana, berdinding kayu tua, dan hanya diterangi oleh pelita minyak tanah. Ia tidur menyamping ke kanan, hanya mengenakan celana pendek dan sehelai kain tipis sebagai selimut.

Sekitar pukul dua dini hari, seseorang perlahan membuka pintu pondok. Langkah kakinya nyaris tak terdengar di malam dengan penuh keheningan. Tangannya menggenggam sebelah parang besar. Orang itu bernama, “Bayu Linge” atau yang dikenal di dunia kelam sebagai Jogak, si pemenggal kepala. Ia adalah seorang narapidana yang dilepas sementara untuk melakukan misi rahasia yaitu membunuh orang-orang tertentu dan mengambil organ tubuh mereka untuk dijual di pasar gelap. Setelah masa tugas itu selesai, hukuman mereka akan diringankan, bahkan ada yang dibebaskan dari sel penjara. Bayu juga salah satu dari sembilan narapidana yang di lepas oleh  “Oknum” tertentu. Mereka semua diberi misi yang sama yaitu membunuh orang-orang tertentu dan mengambil organ tubuh mereka untuk dijual di pasar gelap. Setiap narapidana dikirim ke pulau yang berbeda. Bayu adalah salah satu yang dikirim di Pulau Sangalat, sementara yang lainnya menyebar ke pulau-pulau lain dengan target masing-masing. Mereka hanya dibebaskan sementara. Selama satu minggu untuk menjalankan tugas itu, dan setelah satu minggu mereka akan dijemput kembali.

Malam itu, targetnya adalah lelaki tua di pulau terpencil. Tanpa curiga, ia masuk ke pondok dan mendekati tubuh yang terbaring di bawah cahaya temaram pelita.

Dengan pandangan tajam, Bayu mengamati tubuh lelaki itu dari ujung rambut hingga ke ujung kaki. Ia mengulanginya sekali lagi, memastikan targetnya benar. Namun sesuatu dalam dirinya mulai bergelar. Wajah itu… tubuh itu… terasa tak asing, tiba-tiba ia tertegun, nafasnya memburu, dadanya sesak.

“Itu Muslim,” bisiknya dalam hati…

Bayu mundur beberapa langkah. Ia tidak menyangka orang yang harus dibunuh malam itu adalah Muslim, lelaki yang dulu pernah membantunya saat ia kelaparan dan tak punya arah hidup. Muslim lah yang memberinya makanan, tempat berteduh, dan memperlakukan dirinya seperti manusia.

Tak sanggup menghadapi kenyataan itu, Bayu segera meninggalkan pondok. Ia pergi tanpa suara, meninggalkan kegelapan dan pertarungan batin yang berkecamuk dalam dirinya. Keesokan paginya muslim terbangun seperti biasa, ia duduk, menghirup udara segar, dan tidak menyadari bahaya yang menjemputnya malam tadi. Tak lama kemudian, seorang lelaki datang mendekati pondok. Wajahnya murung dan langkahnya berat.

“Bayu?” ucap Muslim pelan, langsung mengenali tamunya.
“Iya, Pak Muslim… ini aku,” jawab Bayu menunduk.

Tanpa banyak kata, Bayu pun menceritakan segalanya, tentang misinya, tentang siapa dia sebenarnya, dan tentang perintah yang hampir ia jalankan semalam.

“Aku datang malam tadi untuk membunuhmu, Pak,” ucap Bayu dengan suara gemetar. “Tapi saat melihatmu, aku tak sanggup. Kau bukan sekadar orang tua biasa. Kau adalah orang yang pernah menyelamatkan hidupku…”

Bayu  kemudian memperingatkan Muslim agar segera meninggalkan kebun dan tidak kembali ke pulau itu untuk sementara waktu. “Aku tak tahu siapa yang akan datang berikutnya. Tapi mungkin mereka, tidak akan mengenalmu seperti aku mengenalmu…”

Pagi itu, Muslim kembali menyeberang ke Pulau Balai. Sejak saat itu, ia tidak pernah lagi bermalam di kebun Pulau Sanggalat.

 

Catatan penulis :

Cerita ini berdasarkan kejadian nyata yang diceritakan langsung oleh Muslim, berusia 72 tahun, tinggal di Kecamatan Pulau Banyak, Desa Pulau Balai. Namun untuk menjaga privasi keluarga dan pihak-pihak yang terkait, nama-nama dalam cerita ini telah di samarkan.

  kisah ini sebagai bentuk dokumentasi dan pengingat bahwa satu kebaikan yang dilakukan dengan tulus, bisa menjadi penyelamat yang datang di waktu yang tak terduga."

Narasumber                     : Muslim

Umur                               : 72 Tahun                                

Lama tinggal di desa        : 47 Tahun

2 komentar:

  RESENSI FILM MOVIE: UP Oleh: T. Fadillah Husen   Genre: Animasi, Petualangan, Drama, Komedi ·        Judul : Up ·  ...